Resensi: Lost in Translation (2003)

Berada seorang diri di suatu tempat asing, di mana orang-orang berbicara dengan bahasa yang kita tidak mengerti, tentunya akan membuahkan kesepian, terutama bila kita tidak menikmati apa yang kita lakukan. Namun bagaimana jika di tempat itu kita bertemu dengan seseorang yang mengerti bahasa kita dan mau meluangkan waktu bersama?

Pengalaman inilah yang dialami oleh Bob Harris (Bill Muray), seorang bintang film Amerika, di tengah jadwalnya membintangi iklan sebuah produk whiskey di Jepang. Kelelahan menempuh kehidupan sebagai selebritis serta kendala perbedaan budaya dan bahasa dalam melakukan pekerjaannya di negeri sakura membuat dirinya penat. Dunia hiburan membuat Bob seolah jadi boneka rusak, menghabiskan waktu untuk melucu demi tawa penonton, namun nyatanya di kehidupan sebenarnya terlalu lelah untuk menjadi seorang yang lucu dan menyenangkan. Hatinya beku oleh kepurapuraan yang terus dilakoni. Pernikahan yang telah lama dijalaninya seakan terasa kian hambar sebagai akibat kesibukannya bekerja dan istrinya sebagai ibu rumah tangga. Keberadaan anak-anak seakan menjadi satu-satunya alasan untuk bertahan. “Do I have to worry about you, Bob?” tanya istrinya lewat telepon, seraya sibuk mengurus anaknya, yang kemudian hanya dijawab datar oleh Bob, “Only if you want to.

Di hotel yang sama dengan tempat Bob menghabiskan waktunya, tinggal seorang wanita muda yang menyimpan keresahan yang tak jauh berbeda. Charlotte (Scarlett Johansson), istri seorang fotografer yang sedang bertugas di Jepang, menghabiskan hampir seluruh waktunya sepanjang hari menyendiri di kamar. Suaminya meninggalkannya setiap pagi, seakan terlalu asyik bekerja dan khawatir bila istrinya akan bosan jika diajak turut. Dua tahun pernikahan terlewati, Charlotte meragu jika ini benar-benar kehidupan yang ia inginkan. Penat, ia menyurahkan isi hatinya pada seorang teman di Amerika. “I don’t know who I married.” katanya di telepon. Sayang, temannya juga terlalu sibuk untuk mendengarkan.

Di tengah krisis kebahagiaan yang tengah dialami, bar hotel mempertemukan kedua insan yang sedang mencari pelampiasan kesedihan ini. Berawal basa-basi saling menawarkan minuman, pertemuan mereka berlanjut dengan berbagi kisah hidup  masing-masing di malam-malam selanjutnya.

Charlotte yang telah lebih lama menetap di negeri asing itu, kemudian mengenalkan Bob pada beberapa teman dari Jepang yang mengerti bahasa Amerika. Ditemani teman-teman tersebut, mereka menjelajah ke bar karaoke, klub malam, bahkan sempat mengacau dan dikejar penduduk setempat. Kespontanan kejadian-kejadian di setiap malam yang mereka habiskan bersama menjadi pengalaman tak terlupakan yang kemudian mendekatkan keduanya. Di tengah dunia yang asing bagi mereka, Charlotte dan Bob merasa bisa mengisi kekosongan satu sama lain, hingga dalam tahap saling membutuhkan.

Kedekatan mereka akhirnya merenggang ketika Charlotte mendapati Bob bermalam bersama penyanyi bar hotel, yang mana tidak disengaja karena Bob mabuk sebelumnya. Charlotte kembali merasa sendiri, menyangka Bob sudah bosan menghabiskan waktu bersamanya. Keduanya saling menjauh dan menjadi canggung. Malang bagi mereka, di masa-masa perang dingin itu Bob telah menuntaskan pekerjaannya di Jepang dan harus kembali ke Amerika untuk menghadiri acara sekolah anaknya.

Pada hari keberangkatannya, Bob meninggalkan hotel dengan taksi. Sebelumnya, masih dalam suasana yang canggung, Charlotte mengembalikan jaketnya yang sempat ia pinjamkan saat mereka masih saling akrab. Tanpa banyak kata, wanita itu menyampaikan salam perpisahan. Setelah berpikir cukup dalam, di tengah perjalanan Bob meminta sopir taksi untuk berhenti dan menunggu sebentar.

Bob keluar dari kendaraan itu dan berlari menyusuri keramaian di suatu jalan. Setelah cukup jauh, akhirnya ia menemukan apa yang ia cari, Charlotte. Bahagia terangkum dalam raut wajah wanita yang awalnya terkejut itu. Keduanya berpelukan dan melepaskan segala yang masih mengganjal di hatinya dengan sebuah ciuman, menyelesaikan yang perlu diselesaikan. Akhirnya, sebelum kembali ke taksi, Bob membisikkan ke telinga Charlotte, kata-kata yang tak satu pun tahu kecuali mereka. Sebuah rahasia, serupa dengan pengalaman mereka bersama selama di dunia yang sama sekali asing bagi mereka, memoar harta karun yang kuncinya hanya dimiliki mereka.

Published by

Novelia

Write for living. Tend to be interested in learning connection and interaction between creatures. Check my another features in mass media by visiting this link below: https://validnews.id/reporter/novelia

Leave a comment